Menyelisik Berita, Memahami Realita

Jumat, 29 Desember 2017

Permohonan Visa Umrah Komunitas Transgender Tertolak



Seorang anggota komunitas transgender dari Pakistan bernama Shakeel Ahmed gagal mewujudkan keinginannya untuk melakukan umrah ke Tanah Suci 5 Desember 2017 yang lalu setelah diketahui permohonan visa yang mencantumkan simbol X di kolom jenis kelamin, ditolak. "Saya mengetahui permohonan visa saya ditolak hanya karena saya adalah seorang transgender. Sungguh mengejutkan", ujar Shakeel Ahmed seperti dilansir The Express Tribune, Senin (18/12).

Untuk diketahui, simbol X dalam CNIC (Computerised National Identity Card) dan dalam Paspor menunjukkan jenis kelamin non-biner, yakni bukan laki-laki atau bukan perempuan. Rekan Shakeel Ahmed bernama Farzana Jan yang juga seorang transgender turut memberikan komentar atas peristiwa yang dialami sahabatnya itu. Menurutnya, adanya simbol X itu sebenarnya sudah merupakan pengakuan sah pemerintah terhadap identitas transgender. Namun, menurut dia, sangat disayangkan pencantuman simbol X itu ternyata merampas hak masyarakat beribadah, seperti haji dan umrah.

"Saya bisa berkeliling dunia sambil memiliki paspor dengan simbol X di kolom gender, tapi saya tidak bisa melakukan haji atau umrah. Ini menyedihkan sekali," sesal Farzana Jan.

Baca juga:  
Di Balik Anekdot Seputar LGBT
Kondom dan Eskalasi Kebejatan Moral di Tahun Baru dan Valentine's Day
Pro Kontra Pasca MK Tolak Uji Materil Pasal Tentang Zina, Cabul dan Homoseksual

Keterangan resmi dari pihak Kementerian Agama setempat menyebutkan, bahwa mereka yang memiliki simbol 'X' pada CNIC atau paspor tidak dapat terakomodir dalam formulir haji/umrah. Ini diperkuat dengan pernyataan resmi dari pihak Kedutaan Arab Saudi di Islamabad yang menyatakan bahwa pemohon visa tetap harus menyebutkan secara jelas jenis kelaminnya dalam paspor, sebagai laki-laki atau perempuan. (La Ode Ahmad)

Apa yang Anda pikirkan setelah membaca tulisan di atas? Silahkan sampaikan pendapat Anda di kolom komentar di bawah ini. Pendapat Anda berpeluang besar menjadi perantara kebaikan bagi banyak orang, yang pada akhirnya juga akan kembali menjadi tambahan kebaikan bagi diri sendiri.
 
Share:

Sabtu, 16 Desember 2017

Pro Kontra Pasca MK Tolak Uji Materil Pasal Tentang Zina, Cabul dan Homoseksual


Para pemohon uji materi pasal soal zina, cabul, dan homoseksual KUHP tak menyembunyikan emosinya menyambut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menolak permohonan memperluas pasal perzinahan di KUHP. "Putusan ini berdampak semakin rentannya masyarakat terhadap kejahatan kesusilaan," tulis Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia dalam pernyataan terbukanya. 

Sebaliknya kelompok pegiat Koalisi Perempuan malah menyatakan kegembiraannya berdasarkan, menurut mereka, pengalaman hidup sehari-hari perempuan. "Itu menunjukkan negara menghargai dan menjaga ketahanan keluarga Indonesia," kata Sekretaris Jenderal-nya, Dian Kartikasari.

MK menolak permohonan uji materil yang diajukan AILA Indonesia terkait pasal 284, 285, dan 292 KUHP, lewat 'dissenting opinion' atau bukan dengan suara bulat majelis hakim MA, melainkan dengan perbandingan suara 5:4.

Euis Sunarti, salah seorang anggota AILA, mengatakan, "Kami tentu sedih. (Padahal) kami berharap banyak pada lembaga MK ini," tambah guru besar bidang ketahanan keluarga Institut Pertanian Bogor ini. Ia menampik salah satu pertimbangan dalam penolakan majelis adalah karena pemidanaan akan membuat penjara Indonesia tidak muat menampung. "Jangan bandingkan persoalan teknis kerepotan itu dengan bencana sosial dan bencana moral yang terjadi" ujar Euis.
Kondom dan Eskalasi Kebejatan Moral di Tahun Baru dan Valentine's Day

Setelah kalah di MK, lanjut Euis, AILA tidak akan tinggal diam terhadap keinginan mereka memidanakan perilaku seks menyimpang, termasuk lewat DPR, yang saat ini masih sedang melakukan pembahasan atas RUU KUHP. "Semua ruang akan kami manfaatkan. Lewat DPR memang akan memakan waktu (yang lebih panjang)," kata Euis.

Namun Koalisi Perempuan menilai pemidanaan tidak beralasan karena zina adalah urusan domestik keluarga sehingga berbagai alasan yang membuat perempuan atau istri tidak mengadukan perzinaan oleh suaminya, harus dihargai. Koalisi Perempuan mengutip saksi ahli Budhi Munawar Rahman dalam sidang di MK, yang menyebut keluarga merupakan tempat pengampunan dan merangkul kasih sayang bagi anggotanya yang berzina, cabul, maupun orientasi seksual berbeda. "Biarlah masalah itu diselesaikan secara kekeluargaan berdasarkan nilai-nilai dalam agama, budaya, termasuk Pancasila yang sudah hidup dalam masyarakat," jelas Dian Kartikasari.

Sementara Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice, Supriyadi Widodo Eddyono, berpendapat bahwa selain putusan MK yang membahagiakan dan patut diapresiasi, ada juga hal lain yang perlu dapat perhatian. Supriyadi menggarisbawahi proses pembahasan revisi KUHP yang berlangsung di DPR, "Rancangan yang ada sekarang masih memperluas pemidanaan terhadap zina. Persis yang dimohonkan sekarang"

Tito Sianipar
BBC Indonesia

Artikel di atas diambil dari situs BBC Indonesia yang berjudul:
MK tolak perluasan makna zina: yang bersorak dan yang menolak 
Share:

Definition List

Unordered List

Support